PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Penertiban galian C oleh Pemkab Aceh Besar menimbulkan multiplier effect (efek berganda) ekonomi secara beruntun di Aceh.
Setelah memicu aksi mogok angkutan pasir, kebijakan itu akhirnya mengancam keberlanjutan pembangunan fisik yang sedang berjalan di Banda Aceh.
Pengurus Real Eastate Indonesia (REI) Aceh mengemukakan sejumlah permasalahan akibat krisis material, khususnya kelangkaan pasir, setelah Pemkab Aceh Besar melakukan penertiban galian C.
Pada temu pers dengan wartawan yang tergabung dalam Asosiasi Media Siber Aceh (AMSA) di sebuah warung kopi kawasan Simpang Surabaya, Banda Aceh, Sabtu, 23 September 2023, Ketua REI Aceh, Muhammad Noval mengharapkan Pemerintah Aceh mencari solusi yang bijak sehingga tidak menimbulkan efek negatif yang fatal dan semakin meluas.
Menurut Noval, dengan terjadinya kelangkaan pasir, pekerjaan konstruksi jadi terhenti. Ia memberi contoh pembangunan sekitar 2.000 unit rumah yang sedang dilaksanakan oleh pengembang anggota REI, kini, terancam macet akibat ketiadaan pasir.
Menurut dia, tidak hanya REI yang kelimpungan akibat krisis material, tapi juga seluruh aktivitas pembangunan fisik, termasuk proyek-proyek pemerintah, khususnya di Banda Aceh dan Aceh Besar.
Permasalahan ini, kata Noval, menimbulkan efek domino ke sektor-sektor lain.
“Para pekerja menganggur. Kalau tiga hari gak bekerja, buruh bangunan akhirnya lari meninggalkan proyek karena tidak mungkin bertahan tanpa pekerjaan,” ujarnya.
Kata pengusaha ini, kebijakan penertiban galian C secara langsung juga berimbas ke pengusaha angkutan pasir dan batu bata. Kemudian, masalah ini juga menimbulkan efek ke toko bangunan dan para pekerja.
“Banyak angkutan yang kesulitan melunasi cicilan kredit akibat tidak bekerja setelah ditutupnya operasional galian C. Karena mobil tidak jalan, sopir juga nganggur. Efeknya kemana-mana,” kata Noval lagi.
Sejumlah pengurus REI yang hadir pada pertemuan tersebut menyatakan kekhawatiran mereka, bahwa krisis material bangunan itu bisa memicu kenaikan harga-harga lainnya.
Sebagai contoh, kata Noval, kalau pihak proyek harus membeli pasir dari daerah lain pasti menghadapi risiko kenaikan harga yang berlipat-lipat. Hal ini menimbulkan kenaikan cost lainnya.
“Terjadi multiflier effect tadi. Terjadi berbagai kenaikan harga barang, akhirnya bisa memicu inflasi,” ujarnya.
Sebagai pengusaha, ia menghormati kebijakan Pemkab Aceh Besar melakukan penertiban galian C.
Kebijakan itu, dinilainya, tentu telah melewati kajian yang matang dan memiliki tujuan yang baik sepeti permasalahan AMDAL dan ekosistem lainnya.
“Tapi, kelangsungan pembangunan dan masalah ekonomi masyarakat tentu juga harus menjadi sebuah pertimbangan,” ujarnya.
Dikatakan, REI hanya melihat dari sisi kepentingan pembangunan dan efek ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan penertiban galian C.
“Jangan sampai gara-gara ada satu usaha galian C yang bermasalah, muncul efek yang luas dan menimbulkan gangguan serius ke bidang-bidang lainnya,” kata pengurus REI.
Noval menambahkan, para pengembang baru saja mulai bangkit kembali setelah bertahun-tahun tiarap akibat pandemi Covid-19.
Mereka juga mengingatkan, di samping berbisnis, REI juga mengemban misi membantu tugas pemerintah dalam penyediaan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat.
Karena itu, mereka meminta agar pemerintah juga ikut mendorong iklim usaha yang mulai tumbuh itu dengan menghadirkan regulasi dan kebijakan yang ikut mendukung petumbuhan.
“Harapan kami, harus ada solusi yang bijak dari permasalahan ini,” pungkasnya.[]