Laporan Akramul Muslim, Banda Aceh
PORTALNUSA.com | ACEH TAMIANG – Seorang dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Sp.OG) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Aceh Tamiang berinisial EA diduga melakukan malapraktik terhadap seorang pasien berinisial RD (30 tahun).
Dampak dari malapraktik itu, korban mengalami gejala yang tidak wajar. Vaginanya mengalami nyeri hebat dan mengeluarkan cairan kuning bercampur darah.
Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata gejala tak wajar itu karena adanya gumpalan kain kasa (tampon) sebesar kepalan tangan yang tertinggal dalam vaginanya selama berbulan-bulan.
Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, SH, MH dalam keterangannya, menyampaikan, kejadian bermula pada 28 Juni 2023.
“Saat itu RD baru melahirkan anak pertamanya secara normal pada seorang bidan di Desa Purwodadi, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang,” kata Qodrat.
Ternyata, kata Qodrat, setelah satu jam bayi dilahirkan, RD mengalami Retensio Plasenta, yakni kondisi di mana plasenta bayi tidak kunjung keluar dari rahim ibu setelah 30 menit proses persalinan.
“RD kemudian dirujuk ke RSUD Aceh Tamiang untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut,” ungkap Muhammad Qodrat.
Di RSUD Aceh Tamiang, RD mendapat tindakan operasi pembedahan perut (Post LaparatomiI) untuk mengeluarkan plasenta dari rahimnya.
Pascaoperasi, RD dirawat intensif selama beberapa hari di ruang Intenssive Care Unit (ICU), hingga diperbolehkan pulang pada 5 Juli 2023.
Menurut Surat Keterangan Dokter RSUD Tamiang Nomor: 445/2586 Tanggal 11 Juli 2023 yang ditandatangani oleh EA, RD didiagnosa mengalami Post Laparatomi a/i Morbidly Adherent + Riwayat Syok Hipovolemik P1 Post Partum Spontan Luar di Bidan.
“Pasca pembedahan perut di RSUD Tamiang, RD mulai merasakan nyeri di bagian vaginanya, kesakitan ketika buang air, serta kesusahan ketika hendak duduk dan berjalan. Vagina RD juga mulai mengeluarkan cairan kuning bercampur darah yang mengeluarkan bau tidak sedap,” tandas Muhammad Qodrat.
Muhammad Qodrat melanjutkan, karena kondisinya semakin memburuk, pada 12 September 2023, RD memeriksakan dirinya ke salah seorang dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi lainnya di Kota Langsa.
Dalam pemeriksaan itu baru diketahui adanya benda asing dalam vagina RD. Dokter kemudian menyarankan untuk mengeluarkan benda asing tersebut melalui tindakan operasi, karena kondisi RD tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan benda asing secara langsung melalui vagina.
Akhirnya pada 13 September 2023, RD kembali menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Cut Mutia Kota Langsa. Dari hasil operasi itu barulah diketahui bahwa benda asing yang ada dalam vagina RD adalah gumpalan tampon atau kain kasa yang ukurannya kurang lebih sebesar kepalan tangan.
Tampon tersebut diduga berasal dari tindakan bedah perut (Post LaparatomiI) yang dijalani RD sebelumnya di RSUD Aceh Tamiang. Atas kejadian ini, RD yang didampingi YLBHI-LBH Banda Aceh telah membuat laporan ke Polda Aceh pada 2 Oktober 2023 sebagaimana tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor STTLP/213/IX/2023/SPKT/Polda Aceh.
Dokter EA yang menangani RD diduga telah melakukan malapraktik yang melanggar ketentuan Pasal 440 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) dan/atau Pasal 360 jo Pasal 361 KUHP.
Selain melanggar ketentuan pidana, EA juga diduga telah melanggar Pasal 8 Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pasal 7a Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang menuntut seorang dokter bersikap professional serta wajib memberikan pelayanan secara kompeten dalam setiap praktik medisnya.
“Kami berharap pihak Polda Aceh dapat mengusut kasus ini hingga tuntas dan memproses setiap orang yang diduga terlibat,” tulis Muhammad Qodrat.
Menurut Qodrat, tidak hanya dokter yang bersangkutan, pihak RSUD Tamiang juga harus bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang diderita oleh RD. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 193 UU Kesehatan yang menentukan rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh SDM Rumah Sakit.
“Apabila pihak rumah sakit berhak menerima imbalan jasa pelayanan dari pasien, maka sepatutnya rumah sakit juga harus bertanggung jawab terhadap semua kerugian pasien yang disebabkan oleh kelalaian pelayanan,” tutup Muhammad Qodrat. []