NEWS, SOSOK  

Perjalanan Panjang Pak Buyong, Spesialis Las Plastik di Banda Aceh

Suharlis yang lebih dikenal dengan panggilan Pak Buyong melakukan rutinitasnya sebagai spesialis pengelasan body kendaraan berbahan dasar plastik di tempat usahanya, Jalan Cut Meutia, Banda Aceh. (Foto Portalnusa.com)

DI ujung pertokoan Jalan Cut Meutia, Kota Banda Aceh, bersisian dengan eks Kantor Bank Mandiri, pada gang tambahan yang lengket dengan Toko Buku H. Yahya, di situlah sehari-hari Pak Buyong buka usaha.

Pak Buyong bernama lahir Suharlis, usia 73 tahun, dari orang tua campuran, ayah Bukittinggi sedangkan ibu Blangpidie.

Pada Rabu, 16 Agustus 2023, Portalnusa.com menemui laki-laki yang masih tampak energik dalam usia kepala tujuh itu, untuk membuat lubang gantungan kunci remote control mobil yang pecah, setelah sebelumnya sempat diolah dengan berbagai cara tetapi tetap saja ‘jebol’ lagi.

Menempati satu ‘toko kecil’ berupa sambungan dari toko lainnya di Jalan Cut Meutia, di sinilah sehari-harinya Pak Buyong melayani pelanggannya. (Foto Portalnusa.com)

Pak Buyong memang dikenal sebagai spesialis pengelasan bahan plastik, seperti bumper mobil, bagian body sepeda motor dan apa saja material berbahan platik yang robek atau pecah pasca-tragdei tabrakan. Bahkan, Pak Buyong juga siap dipanggil ke rumah untuk memperbaiki kerusakan/kebocoran tanki air (water tank) berbahan plastik.

Pada usia 15 tahun, tepatnya pada tahun 1965, Buyong muda ‘hijrah’ ke Banda Aceh. Meninggalkan tanah kelahirannya di Blangpidie.

Tujuan ke Banda Aceh untuk cari kerja, namun dia tak terlalu berharap dapat kerja dengan modal ijazah sekolah dasar atau SRI (Sekolah Rakyat Indonesia) yang ikut dibawanya.

Tiba di Banda Aceh, Buyong langsung bertarung hidup. Dia tak bisa berlama-lama karena bekal yang dibawanya dari kampung sangat terbatas.

Pekerjaan pertamanya adalah berkreasi mengolah pelat ikatan tong (orang Aceh menyebut klah tong) untuk bahan dasar jepitan (khep) rambut perempuan.

Karya Buyong yang tergolong unik menarik perhatian kaum perempuan ketika dijajakan di Pasar Aceh.

Buyong terus berkreasi. Dia tak mau berhenti pada satu produk. Dia mencipta mobil-mobilan yang  juga memanfaatkan material kayu dari tong rokok. Artinya, dia tak ingin hanya memanfaatkan klah tong (pelat pengikat tong).

“Sekalian saja dengan tongnya,” begitu kata Buyong mengenai bahan dasar mobil-mobilan.

Selama lima tahun Buyong berjuang untuk bisa menundukkan Banda Aceh. Kalau malam dia ‘tidur’ di mana saja, di emperan toko, meunasah atau masjid.

“Tahun 70 saya kawin,” kata Buyong.

Istri Buyong bernama Rohamah, gadis Blang Oi (Ulee Lheue). Sejak tahun 70 Pasangan muda ini mengayuh biduk rumah tangga dengan berbagai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Karena kebutuhan hidup bertambah, Buyong putar otak untuk mengembangkan usahanya, tak lagi sebatas penjempit rambut dan mobil-mobilan.

Salah satu peluang yang dinilainya prospek, tanpa perlu banyak modal adalah membuka layanan pengelasan bahan plastik kendaraan yang pecah atau robek akibat terjatuh, tabrakan, dan lain-lain.

Dengan modal dua tuas las, satu tungku api yang dimodifikasinya dari tanki petromak, dan beberapa peralatan sederhana lainnya untuk perbengkelan, mulailah Buyong dengan usaha barunya. Tak ada sekolah khusus untuk usaha itu.

Lokasi lapak usahanya sejak awal juga di tempat dia saat ini. Cuma bedanya dulu belum ada ruang/gang kecil yang disambung dengan toko permanen sehingga menjadi  ‘toko’ kecilnya.

Dulu lapaknya di teras samping Markas Polres Aceh Besar (Banda Aceh) yang selanjutnya menjadi bangunan Bank Mandiri Cabang Cut Meutia.

Usaha las plastik yang dibuka Buyong mendapat sambutan positif dari masyarakat. Masyarakat yang berurusan ke kantor polisi langsung melihat lapak Buyong.

Kalau sepeda motor atau mobil mengalami kerusakan pada body, langsung saja dikonsultasikan dengan Buyong. Buyong siap memuluskan kembali material plastik yang pecah, robek, atau koyak parah. Buyong semakin dikenal.

Pada hari Rabu itu, bersamaan dengan Portalnusa.com mengelas lubang gantungan remote control mobil, ada  juga seorang bapak-bapak yang datang mengelas plastik stang sepeda motor yang pecah. Hanya butuh waktu beberapa menit, plastik stang sepeda motor itu kembali nyaris seperti tak ada masalah.

“Saya sudah jadi pelanggan beliau sejak masih sebagai sopir truk. Sering sekali bumper truk pecah saya perbaiki ke sini. Hasilnya bagus dan menyatu kembali,” ujar warga tersebut.

Kebiasaannya kalau dilakukan penyambungan plastik dengan cara dilas dengan besi panas, setelah kering tak bertahan lama. Sambungannya tidak menyatu. Koyak atau robek lagi.

“Ya, memang begitu kalau bukan pada ahlinya. Ini ada rahasianya makanya bisa nyatu dan mulus lagi,” kata Pak Buyong, menyiratkan bahwa hanya dialah sebagai solusi pengelasan plastik terbaik.

Memang, hingga saat ini di Banda Aceh hanya Pak Buyong yang memiliki kemampuan las platik yang sudah teruji dan diakui oleh masyarakat.

Ada satu lagi, di sekitar Simpang Surabaya, dekat rumah Almarhum Harun Keuchik Leumik, juga menjalankan usaha yang sama. Ternyata, itu adalah putra Pak Buyong, yang menurun keahlian sang ayah.

Sampai dengan tragedi gempa dan tsunami 2004, Buyong memiliki delapan anak.

Tsunami merenggut istri dan tiga anaknya. Buyong dan anggota keluarganya yang masih tersisa sempat mengungsi ke Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar sebelum akhirnya kembali ke Blang Oi setelah siap rumah bantuan.

“Kini anak-anak saya yang masih hidup sudah berkeluarga dan punya usaha sendiri-sendiri. Seorang di antaranya yang nomor empat bernama Epi Suryadi, itulah yang buka usaha pengelasan plastik di Simpang Surabaya. Sudah 30 tahun dia menekuni usaha itu,” ujar Pak Buyong.

Begitulah. Perjalanan Pak Buyong yang sangat menginspirasi. Usaha sederhana yang ditekuninya secara profesional sejak tahun 1970 membuatnya mampu melewati perjalanan panjang yang nyaris tanpa hambatan. Bahkan dia mampu menjadi ‘nakhoda’ yang sukses untuk istri dengan delapan anak.

Meski keluarga besar ini sempat terpecah akibat prahara tsunami, tetapi kini Pak Buyong bisa mempersatukan yang masih tersisa, walau tak lagi satu rumah.

Pak Buyong masih tetap dengan usaha andalannya sebagai spesialis las plastik. Bahkan dia sudah punya penerus usaha ‘langka’ itu kalau kelak dia harus mendahului dipanggil menghadap-Nya.[]

Writer: Nasir NurdinEditor: Redaksi