NEWS, OPINI  

Aceh dan Keadilan Ekologis

TM Zulfikar

Oleh TM Zulfikar*)

DALAM berbagai diskursus terkait lingkungan hidup, banyak sekali yang menyoroti pentingnya keterlibatan aktif tokoh agama dan institusi lainnya di Aceh untuk penyelesaian persoalan sosial dan lingkungan secara struktural.

Ada ungkapan bahwa seluruh ciptaan Allah SWT bersifat utuh dan holistik, sehingga kerusakan pada satu bagian ciptaan adalah ancaman kerusakan pada ciptaan lain.

Eksploitasi alam yang merusak keutuhan ciptaan, sesungguhnya telah melanggar nilai-nilai keimanan.

“Seruan pesan ajaran agama yang berperspektif ekologis kepada umat haruslah dibarengi dengan keteladanan melalui berbagai tindakan nyata”.

Saat ini krisis kemanusiaan dan bencana ekologis merupakan akumulasi dari krisis ekologis.

Krisis ini disebabkan oleh ketidakadilan dan gagalnya sistem pengurusan alam yang telah mengakibatkan hancurnya pranata kehidupan masyarakat kita di Aceh. Apalagi ditambah dengan berbagai regulasi yang belum sepenuhnya berpihak saat ini pada kemaslahatan rakyat, menyebabkan bencana ekologis semakin meningkat.

Penghilangan ruang hidup dengan pembiaran kerusakan lingkungan hidup skala besar yang terakumulasi menjadi krisis adalah kejahatan kemanusian (ekosida).

Semua yang bersifat memberi dampak pasti ada intervensi manusia. Oleh karena itu perlu penekanan bahwa pentingnya pengurangan risiko bencana dengan model “ecosystem based”, hal ini dapat menjadi model yang paling baik dengan membedakan aksi hulu, tengah dan hilir.

Saat ini sepertinya perlu dipikirkan pula upaya serius untuk mendorong kebijakan pemerintahan yang berbasis lingkungan dan program penanggulangan bencana yang konkrit.

Secara sosial ekologis, kita juga penting menekankan pada dampak krisis demokrasi dan krisis ekologi yang mulai dirasakan semua pihak sehingga perjuangan sosial membutuhkan persatuan semua pihak.

Saat ini solidaritas yang terbangun hanyalah pada sebuah kasus yang tujuannya untuk advokasi semata.

Perlu membangun solidaritas rakyat dari imajinasi, tidak hanya sebuah respons tetapi terdesain dari awal secara menyeluruh, sebab solidaritas rakyat adalah sebuah solusi menuju Aceh yang berkeadilan ekologis.

Nilai demokrasi, humanity, solidarity, dan keadilan sosial-ekologis sangatlah penting menjadi substansi kepemimpinan pemerintahan ke depan.

Tahun politik 2024 harus direbut menjadi ruang dan kesempatan dalam mengkonsolidasikan dan menghimpun gagasan-gagasan rakyat untuk mendesak pemimpin baru nantinya dalam mewujudkan cita-cita menuju keadilan ekologis yang berpihak pada upaya pelestarian lingkungan dan penyelamatan sumber-sumber kehidupan rakyat.

*) Penulis adalah Pemerhati Lingkungan/Dosen Universitas Serambi Mekkah/Anggota Dewan Daerah WALHI Aceh