Hadiri Dialog Capres di Markas PWI, Anies: PWI Adalah Nama di Rumah Kami

Anies Baswedan didampingi Ketum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun ketika mengisi Dialog Capres di Markas PWI Pusat, Jumat, 1 Desember 2023. (Foto Portalsatu.com)

PORTALNUSA.com | JAKARTA – Calon Presiden (Capres) nomor urut 1, Anies Rasyid Baswedan menghadiri Dialog Capres di Markas PWI Pusat, Kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Desember 2023.

Anies tampil pada pelaksanaan hari kedua, setelah sehari sebelumnya, di tempat yang sama ‘panggung’ dialog itu diisi oleh Ganjar Pranowo, capres nomor urut 3.

Sebagaimana diikuti secara daring oleh Pengurus PWI Aceh, Anies tiba di PWI Pusat sekitar pukul 13.45 WIB didampingi Co-Captain Timnas Pemenangan AMIN Sudirman Said dan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid.

Pengurus PWI Aceh mengikuti Dialog Capres sesi Anies Baswedan secara daring dari Markas PWI Pusat, Jumat, 1 Desember 2023. (Foto Meylida Abdani/Portalnusa.com)

Sepanjang dialog, Anies menjawab setidaknya lima pertanyaan rahasia yang dikirimkan pihak PWI Pusat kepadanya. Pertanyaan itu berkaitan dengan berbagai isu mulai dari demokrasi sampai korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Ketua Umum PWI Pusat didampingi jajaran pengurus harian, Dewan Penasihat, Dewan Kehormatan, dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menjelaskan, kegiatan bertajuk ‘Dialog Pers dan Capres’ tersebut merupakan rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024.

Sebelum menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan, Anies mengatakan senang bisa kembali berdiskusi dengan PWI Pusat. Anies mengaku sangat dekat dengan PWI, bahkan ketika dia masih kecil saat tinggal di Yogyakarta.

Anies mengungkapkan, “nama PWI itu adalah nama di rumah kami. Masa kecil saya, jalan kaki ke PWI rutin (Kantor PWI di Yogya).”

Kenapa? “Karena kakek saya waktu itu disebut wartawan tiga zaman. Kalau hari ini sudah tidak ada tiga zaman. Waktu itu disebut tiga zaman, yaitu zaman Belanda, zaman Jepang, dan zaman Republik.”

“Jadi, waktu saya kecil-kecil di Yogya, saya sangat sering datang ke acara-acara PWI, makanya sangat nempel bagi saya. Makanya tadi saya baru ngeh, pas datang ke Kantor PWI, ini kan (kenangan) waktu saya kecil jalan-jalan di Jalan Ahmad Dahlan di Yogya, belakangnya Senisono, sangat rutin saya datang ke situ, dan punya kenangan tersendiri,” ujar Anies.

Tentang demokrasi

Setelah bernostalgia tentang PWI, Anies langsung memaparkan pandangannya terhadap berbagai hal, termasuk demokrasi di Indonesia, terutama terkait kebebasan berekspresi.

“Termasuk UU ITE. Di situ kami melihat ada pasal-pasal yang perlu direvisi sehingga tidak menimbulkan rasa takut di dalam berekspresi,” kata mantan gubernur DKI Jakarta tersebut.

Anies mencontohkan, masih banyak warga Indonesia yang menggunakan berbagai istilah saat menyampaikan kritik di media sosial.

“Di sosmed orang masih nyebut kata Indonesia dengan istilah Wakanda dengan istilah Konoha, maka Indonesia masih ada masalah. Kalau kita sudah berani dengan menyebut nama Indonesia maka perasaan takut itu tidak boleh ada,” ucap dia.

Mengenai Ibu Kota Negara (IKN), Anies Baswedan menjamin akan tetap melanjutkan pembangunannya apabila terpilih menjadi presiden. Namun, jika pembangunan IKN membebani anggaran negara maka UU IKN akan direvisi.

Buzzer dan berita provokatif

Anies Baswedan mengimbau pers harus menghindari berita-berita provokatif karena dapat memperkuat polarisasi di masyarakat, apalagi saat masa kampanye jelang Pemilu 2024.

“Berita-berita provokatif hanya akan menguntungkan buzzer dan memperkuat polarisasi di masyarakat. Jadi, jangan beri ‘feeding’ kepada buzzer,” ujarnya.

Anies mengungkapkan, selama menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 tak pernah menggunakan buzzer untuk melawan kritik masyarakat. Justru, katanya, sebagai pejabat negara ia selalu membuka ruang kritik untuk publik.

Dia berjanji, jika nanti ditakdirkan menjadi presiden, tidak akan menggunakan buzzer.

Capres yang berpasangan dengan Cawapres Muhaimin Iskandar tersebut mengimbau pers untuk menjalankan fungsi kontrol sosial dan mendidik masyarakat dengan membuka ruang kritik dan memberikan ruang yang sama kepada pemerintah untuk menjawab kritik tersebut dengan data dan fakta yang dimiliki.

“Pers harus netral dan objektif, tetapi dalam hal-hal tertentu, misalnya melihat kejahatan jelas harus berpihak memerangi kejahatan,” tandas Anies.[]