Terkait Masuknya Empat Pulau di Aceh ke Wilayah Sumut, Forbina: Diduga untuk Alihkan Investasi Migas Lepas Pantai
PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) mengeluarkan pernyataan tegas mendesak pemerintah pusat untuk tidak terus-menerus mengabaikan kepentingan dan kedaulatan wilayah Aceh.
“Contoh kasus terbaru adalah perubahan status administratif empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Bisa jadi ini untuk pengalihan investasi gas dan minyak bumi lepas pantai yang secara administratif berada di wilayah Aceh ke Sumut,” kata Ketua Forbina, Muhammad Nur dalam siaran pers-nya.
Empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
Perubahan status ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025. Informasi ini mencuat ke publik melalui unggahan di media sosial.
“Kami mencurigai adanya keterkaitan antara pengalihan investasi minyak dan gas bumi ke Sumut dengan upaya menghindari pembagian hasil dengan Aceh. Ini merupakan tindakan yang sangat merugikan Aceh,” ujar Muhammad Nur.
Forbina meminta Presiden RI untuk tidak menganggap remeh persoalan ini, dan mengimbau Gubernur Aceh, Mualem-Dek Fadh, agar menunjukkan komitmen dalam memperjuangkan kembalinya wilayah Aceh yang hilang, khususnya dalam konteks investasi.
Muhammad Nur menegaskan bahwa meski kini keempat pulau itu telah ditetapkan sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, secara historis terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.
“Pemerintah Aceh harus berkomitmen memperjuangkan peninjauan ulang atas keputusan tersebut. Sesuai dengan janji Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemerintah Aceh wajib terus mendorong agar keempat pulau itu dikembalikan ke wilayah Aceh,” tegasnya.
Pernyataan ini, lanjut Muhammad Nur menjadi peringatan keras kepada pemerintah pusat untuk bersikap adil dan bijaksana dalam menentukan kebijakan yang menyangkut hak dan wilayah Aceh.[]