Masih Terowongan

Oleh Darmansyah

KEMARIN siang menjelang zuhur saya ke kantor Bappenas. Kantor Bappenas di Taman Surapati.

Saya baru tahu gedung utamanya mengambil nama tokoh sentral pembangunan dan ekonomi negeri ini di era orde baru: Widjojo Nitisastro.

Nama itu menurut teman saya yang pernah jadi pejabat eselon satu di sana diabadikan semasa Bambang PS Brodjonegoro menjabat ketuanya sekaligus menterinya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Negara plus Ketua Bappenas  Penamaan itu, katanya,  kalau saya gak salah, sudah sembilan tahun.

Pokoknya di era “mulyono”- lah.

Gedung Widjojo itu lokasinya persis di Jalan Taman Suropati. Menteng. Menghadap langsung ke taman. Taman yang kata teman saya si Arif ada heng..heng-nyalah.

Si Arif anak Menteng penggemar berat musik bergenre heavy metal grup Black Sabbath yang vokalisnya Ozzy Ousburm rumahnya di Jalan Raden Saleh. Hanya sepelemparan dari gedung itu.

Saya tidak bicara tentang sejarah  panjang gedung. Yang pernah menjadi tempat persidangan mahmilub. Mahkamah Militer luar biasa terkait peristiwa Gerakan Tiga Puluh September, pe-ka-i.

Mahkamah yang salah seorang ketuanya bernama Ali Said. Tentara berbadan ceking yang kemudian menjabat sebagai jaksa agung terlama di republik ini.

Ali Said ini dikenal sebagai tokoh penting dalam “drama” persidangan mahmilub yang mengadili orang-orang yang diduga melakukan gerakan makar ala pe-ka-i.

Seorang teman saya jurnalis hebat Aristides Katoppo yang saat itu meliput jalannya persidangan sempat menceritakan bagaimana sosok sang hakim ketua itu.

Tides, nama panggilan akrab sang jurnalis,  yang mengaku cukup akrab dengan Ali Said kala itu mengatakan tugas sebagai ketua cukup berat. Butuh drama menggali keterangan para terdakwa.

Di era inlander, katanya, gedung itu  merupakan tempat “societet”. Perkumpulan freemason dengan nama “ster van het oosten”.

Kini gedung itu jadi salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi.

Saya tak punya hubungan sejarah apapun dengan gedung itu. Tetapi di siang menjelang zuhur itu saya bergetar ketika berjalan di lorong bagian barat lantai duanya.

Ada sesuatu yang mengingatkan saya dengan kamar di ujung kanan gang itu. Ya… di sinilah seorang si “genius” anak kampung saya berkiprah.

Namanya Madjid Ibrahim.  Ia menjabat deputi perencanaan dan regional di situ. Widjojo ketika Madjid berkiprah di sana masih kepala “kodi” geng “mafia berkley.

Khusus Madjid Ibrahim ini di kemudian harinya ditunjuk jadi gubernur di tanah airnya, Tanah air negeri merdeka complang.

Madjid memang fenomenal sebagai perencana pembangunan. Dosen, dekan dan rektor di universitas tekad bulat itu memang melahirkan perbuatan yang nyata kala berkiprah.

Dialah yang mengolah negeri di pucok Jakarta menjadi tanah merdeka ketika mensuplai pemikiran akademisnya ke perencanaan pembangunan daerah. Yang kemudian menjadi teladan di negeri ini.

Anda mungkin belum lupa dari sebuah gedung tua yang kemudian menjadi sarang penyamun politikus pohon beringin. Madjid memulai kiprahnya sebagai perencana andal.

Kiprah ini berlanjut ketika ia dipercaya menjadi bagian dari kelompok berkley di Jalan Taman Surapati dengan jabatan mentereng: deputy perencanaan pembangunan regional.

Tak banyak orang bisa mengingat kiprah mafia berkley dalam perencanaan pembangunan dan ekonomi negeri ini kala itu.

Mereka datang dari biang Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ada Ali Wardhana, Sumarlin, Sadli, Emil Salim dan lainnya.

Maaf saya agak ngawur dengan paragraph yang mencong mencle. Padahal yang ingin saya tulis banjir bandang media sosial tentang terowongan Geurutee  yang ngawurnya ampun.

Ngawurnya seperti perempuan datang bulan yang dinarasikan sedang hamil muda  Saya sendiri sering tersedak  membaca  medsos yang kontennya bak orang penyakit buduk.

Kalau Anda gak percaya klik aja kata kunci terowongan Geurutee di platform google search. Jangan bisikkan ke teman tentang kegelian Anda hingga basah celana dalam menahan tawa.

Saya ke Bappenas memang gak ada urusan dengan usulan tentang terowongan Geurutee. Gak ada itu. Walaupun usulan itu dititipkan kepada ketuanya Rachmat Pambudy lewat acara peumulia jamee.

Entahlah…

Saya tahu kedatangan Rachmat Pambudy ke Aceh. Tahu siapa yang apit awe-nya. Apit awe yang numpang popularitas. Apit awe seorang politisi. Yang bagi saya musuh kedua setelah…

Rachmat saya gak kenal. Tapi istrinya Ninuk Mardiana saya kenal, Anak menteri sekretaris negara era orba itu pernah menikmati sie reuboh istri saya. Pernah membawa pulang telban panggangnya.

Ninuk seorang jurnalis. Merentang karier bersebelahan ruang dengan saya di Kompas Grup. Ia lebih cemerlang. Menjadi pemred di surat kabarnya dan televisinya.

Yang kemudian jadi rektor di grup yang sama. Yang saya sempat cemas ketika ia di-bully sebagai corong kepentingan politik sang suami yang anak kandung partai berlogo kepala garuda merah.

Selain tahu kedatangan Rachmat yang membawa pulang dikepitan ketiaknya usulan Geurutee saya gak punya misi khusus ke Bappenas. Gak ada imposiblenya. Hanya bertandang dibawa teman.

Teman semasa kisah kasih di sekolah.

Memang saya diberitahu tentang bisik berisik terowongan itu. Sudah menulisnya di tiga episode dalam esai ngawur.

Ingin menulis lagi,,, dan lagi… bagaimana roadmap. Bagaimana denga progresnya… dan saya gak tahu juga bagaimana work paper usulannya.

Yang saya tahu membangun terowongan memerlukan kajian panjang. Rentangannya dari penelitian naik ke usulan.. terus ke perancanaan… lanjut jadi proyek yang disertai teknologinya.

Ujungnya yang paling krusial “hepeng.” Apakah anggaran negara sanggup memodalinya? Modal “hepeng” ini menyangkut proposal azas manfaatnya. Multyplayer effect-nya.

Kalau multiplayer efeknya secara konteks ekonomi hanya untuk dagang tembakau sugi gak akan menimbulkan perubahan.

Kalau gak ada yang berubah itu namanya bual, celotehan, ocehan, nonsense, rubbish, bullshit, tahi angin, dan omong kosong belaka.

Beda dengan terwongan yang dibangun India antara Mumbai -Ahmedabad sepanjang lima puluh kilometer di bawah laut Gujarat untuk kereta api cepat.

Atau pun terowongan bawah laut antara Aomori-Hokkaido di Jepang. Atau antara France-England.

Anda gak perlu menerawang dampak ganda bergandanya terowongan-terowongan ini. Jangan bandingkan dengan dampak terowongan Geurutee usulan butut itu.

Saya tahu setiap pengeluaran atau investasi terhadap sesuatu aktivitas pembangunan harus ada hitungan ekonomi secara keseluruhan.

Ketika terjadi peningkatan dalam satu sektor ekonomi, efeknya bisa terasa lebih luas dan menghasilkan peningkatan yang lebih besar pada pendapatan dan konsumsi.

Lantas apakah pembangunan Geurutee punya dampak seperti itu?

Entah… jawablah… tapi jangan di-hoaks-kan dengan narasi mbong bak panglima menang perang.

Tentu juga tergantung di mana terowongan dibangun, biayanya bisa jauh lebih mahal — baik dari segi waktu maupun biaya.

Anda gak perlu saya ajari bahwa tujuan membangun terowongan adalah  untuk melewati penghalang alami seperti pegunungan di Geurutee.

Saya sendiri kepada teman kisah kasih di sekolah yang membawa ke Bappenas kemarin minta dihubungkan dengan seseorang yang tahu persis bagaimana membangun terowongan.

Ia menyanggupi dan inilah penjelasannya…

Membangun terowongan bawah tanah menembus gunung?

Tujuan membangun terowongan seperti di Geurutee adalah untuk menjamin transportasi baik orang maupun barang. Saya tahu itu.

Tahu juga terwongan akan dibuat menembus gunung berbatuan.

Dibutuhkan perencanaan dan pengetahuan teknik yang serius untuk membangun terowongan Harus dimulai dari penelitian geologi. Tentang material batuannya.

Bersamaan dengan itu dirancang pula  mesin untuk membuat lubang yang dalam dan panjang pada material ini.

Membangun terowongan bawah tanah menembus gunung melibatkan serangkaian proses konstruksi yang kompleks.

Secara umum, metode yang digunakan melibatkan penggalian, penanganan material, dan dukungan struktural untuk memastikan terowongan aman dan stabil.

Pembangunan terowongan  memerlukan teknologi canggih dan alat berat khusus untuk menangani tantangan geologi, tekanan tanah, air bawah tanah, serta keamanan pekerja.

Teknik konstruksi terowongan dipilih berdasarkan kondisi tanah, kedalaman, dan tujuan proyek.

Konstruksinya memerlukan kombinasi teknologi mutakhir dan alat berat khusus untuk menjamin keamanan, kecepatan, dan ketepatan.

Membangun terowongan bawah tanah menembus gunung melibatkan beberapa metode. Yang paling umum adalah metode bor terowongan, metode natm dan metode potong-tutup.

Pemilihan metode tergantung pada kondisi geologi, kedalaman terowongan, dan anggaran proyek.

Detail mengenai metode-metode tersebut: menggunakan mesin bor raksasa di berbagai jenis batuan, termasuk batuan keras, dan memungkinkan penggalian yang relatif cepat dan efisien.

Terowongan yang dihasilkan biasanya memiliki bentuk melingkar atau tapal kuda. Metode ini cocok untuk terowongan yang panjang dan dalam, serta di kondisi geologi yang menantang.

Selama penggalian dilakukan pengamatan dan analisis terus-menerus terhadap kondisi geologi. Sering terjadi kondisi geologi yang berubah-ubah.

Saya tak tahu apakah usul terowongan Geurutee ikut berubah… wallahualam…[]

  • Darmansyah adalah wartawan senior, penulis “Kolom Bang Darman”
Berikan Pendapat

Berita Terkait

Koperasi Simsalabim

Darmansyah
0

Bongek Journalism

Darmansyah
0

Esai Tawakkallah

Darmansyah
0