Suara “Malaikat”

 

SAYA tak tahu bagaimana bunyi suara malaikat.



Mungkin salah satu juri america’s got talen bernama Howie Mandel tahu dan bisa menjawabnya.

“Suaranya bak malaikat.”

Itu komen pendeknya usai Putri Ariani melantunkan bait terakhir syair lagu “loneliness.” Rasa kesendirian.

Mendel spontan mempersonifikasikan oleh Putri sebagai pemilik suara malaikat.

Malaikat kecil yang dulunya pernah berbisik lewat kalimat menyentuh kepada ibunya: “Biarlah Putri tidak bisa melihat dunia, tetapi dunia yang akan melihat Putri.”

Mandel adalah dunia yang melihat Putri. Melihat hujan konfeti membasuh  Ariani Nisma Putri di panggung america’s got talent usai Simon Cowell menekan tombol  golden buzzer.

Hamburan guntingan kertas emas di panggung internasional itu adalah buah perjalanan panjang penyanyi penuh bakat tersebut sejak ia membisikkan kalimat optimisme ke telinga ibunya.

Simon Cowell, juri yang karena komentar pedasnya di berbagai ajang pencarian bakat, yang pada awalnya hanya  diam ketika Putri naik ke panggung.

Dia baru bereaksi setelah mendengar Putri memainkan lagu ciptaanya sendiri yang berjudul “loneliness”. Gak puas Simon naik ke panggung. Minta lagu kedua. “sorry seems to be the hardest word”

Lagu yang dipopulerkan Elton John. Lagu itu dikatakannya  khusus untuk Simon.

Simon berdecak. Kagum dan rasa tidak percaya mendengarkan olah vokal Putri.

Sebagai juri yang terkenal pelit pujian kepada peserta audisi Simon tersihir. Ia menghampiri pentas dan memujinya.

Masih tidak puas. Si pelit itu minta satu lagu lagu. Putri tahu Simon masih belum puas. Putri menyanyikan lagu yang diciptakan sendiri.

Usai lagu itu bahana tepuk tangan disertai “standing applause” menjalar sebagai bentuk apresiasi tertinggi dalam tampilan panggung.

Setelah keempat juri memuji, Simon kemudian memencet tombol golden buzzerr. Tombol inilah  yang membuat panggung mengalami hujan konfeti sebagai puncak perayaan.

Tombol ini merupakan istimewa dan sangat diimpikan oleh setiap peserta audisi. Ini karena, dengan mendapatkan tiket tersebut, setiap individu bisa maju kepada tahap berikutnya dan tidak ada juri yang bisa menghambatnya.

Tombol ini digunakan biasanya hanya dalam satu fase audisi. Karena itu, “golden buzzer” merupakan mimpi banyak peserta audisi.

Bagi Putri, langkah menggapai mimpi menjadi penyanyi mega bintang dunia  terbuka lebar.

Memang, perjalanan untuk menjadi juara masih teramat panjang. Putri akan menghadapi peserta audisi lainnya dengan bakat bernyanyi yang bagus.

Panggung Amerika tak mengenal kompromi. Tak mengenal diskriminasi. Mereka hanya kenal kesetaraan. Kesetaraan yang bukan oleh belas kasih. Kuncinya talenta.

Dan Putri adalah talenta yang penampilan terbaiknya di hari itu adalah inspirasi untuk dunia. Putri membuktikan bahwasanya keterbatasan fisik tidak membatasi mimpi-mimpinya.

Ia berhak bermimpi untu sebuah jargon “American drem” Mimpi para imigran di dunia ketiga.

Kehadiran Putri ini tentu saja menginspirasi banyak orang bahwasanya mereka bisa jauh maju ke depan dari apa yang mereka pikirkan.

Tidak banyak yang tahu sebenarnya ketika Putri tampil di panggung american’s got talent Selasa waktu setempat atau Rabu pagi wib.

Hingga sekitar satu jam setelah penampilan itu, laman resmi pencarian bakat itu  di youtube yang menampilkan Putri menyanyi, baru ditonton sekitar dua ratus  ribu orang.

Beberapa jam setelah itu, usai penganugerahan golden buzzer, media nasional bergoncang.

Sabtu pagi tercatat video yang sama telah ditonton lebih sembilan juta orang. Belum lagi jumlah penonton di laman-laman tak resmi yang mencuplik begitu saja video rekaman di milik american’s got ta.

“Tantangan terbesar bagi saya, adalah ketika orang melihatku sebagai seorang tuna netra, dan bukan sebagai seorang musisi,” ujar Putri mengomentari banjir bandang yuotube itu.

Ia menampik mereka yang me”labeli” dirinya sebagai superstar.

Juri lainnya, Heidi Klum, juga memberikan pujian, khususnya untuk penampilan Putri dalam lagu pertama. Putri kemudian mengungkapkan bahwa lagu tersebut adalah ciptaannya sendiri.

Simon Cowell sempat  menanyakan apa yang diinginkannya dari sekolahnya.

Putri bercerita bahwa dia bermimpi untuk belajar musik di juilliard school. Untuk itu, dia berharap bisa memenangkan ajang pencarian bakat itu untuk mewujudkan mimpinya.

“Anyway,” jawabn Cowel tanpa mengetahui apakah ini akan mengubah nasibnya atau tidak.

Tentang  golden buzzer itu sendiri adalah  sebuah nama dari bel elektronik yang memiliki bentuk seperti tombol besar berwarna emas dan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan red buzzer.

Byzzer ini merupakan hak yang dimiliki oleh setiap juri. Masing-masing juri hanya dapat menggunakannya hanya satu kali selama masa audisi dan hanya ada satu di tengah meja juri.

Ia hanya digunakan ketika kontestan sedang beraksi di atas panggung atau setelah menunjukkan penampilannya.

Yang digunakan juri untuk mempertahankan kontestan yang dinilai tidak boleh tersingkir sehingga kontestan tersebut dapat menunjukan talentanya lebih jauh di babak semi final.

Apabila digunakan maka panggung akan dimeriahkan dengan iringan musik, confetti dan disertai bintang emas pada led screen.

Dan golden buzzer dari simon cowel inilah yang mengantarkan Putri Ariani langsung ke posisi semi final enam september mendatang waktu indonesia barat.

Loneliness mengisahkan tentang kekecewaan seorang wanita yang dikhianati oleh pria yang sangat dicintainya. Pria itu meninggalkannya untuk wanita lain.

Keberagaman dan kebahagiaan sehari-hari seketika berubah menjadi kesepian dan kesedihan ketika pasangannya pergi.

Putri Ariani mengungkapkan bahwa ia terbiasa menciptakan lirik dan melodi lagu secara spontan.

Meskipun berusia tujuh belas tahun, penyanyi muda ini tidak memperhitungkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk menciptakan lagu.

Mengenali dan diakui hingga di mancanegara merupakan salah satu cita-citanya. Dia berlatih dan mengasah bakatnya sebagai bekal untuk mewujudkan impian tersebut.

Dia juga berharap lagu “loneliness” menjadi langkah awal menuju kesuksesan internasional.

Tentang  video reaction atau tanggapan  dari youtuber yang jumlahnya lebih dua puluh juta kali di pelbagai belahan dunia adalah sesuatu yang wajar.

Mereka datang dari latar belakang  penikmat musik biasa, musisi profesional, sampai pelatih vokal mancanegara. Semua memuji, hampir semua menangis menumpahkan air mata bahagia.

Seorang reactor di eropa yang saya baca pendapatnya  menyimpulkan, “ a star is born!”

Seorang reactor lain di usa mengatakan, “kompetisi sudah selesai. Dengan penampilan seperti ini, Putri akan memenangkan american’s got talent,” prediksinya optimistis.

Tidak hanya dari komunitas penikmat musik, dukungan juga muncul dari kalangan diplomat. Ada semacam euforia  atas “ amazing performance” dan “ incredible talent”.

Bagi saya sebagai catatan, sebelum euforia dan optimisme ini berlanjut, saya teringat sebuah peristiwa yang juga spektakuler di sebuah ajang talent show  di tujuh belas tahun silam.

Ariani masih berumur belasan bulan kala itu. Ajang itu juga sebuah telnt show. Namanya: X-factor. Anda sebagai pencinta dan pembaca musik pasti ingat ajang itu.

Ajang yang juga di gagas oleh Simon Cowell.  Simon, yang siapa lagi kalau bukan, the one and only. Simon yang menjadi juri bersama Sharon Osbourne dan Louis Walsh.

Di panggung acara yang berlangsung di Inggris itu, tampil seorang penyanyi belum dikenal publik bernama Leona Lewis. Leona kala itu berumur dua puluh satu  tahun. Warga London, penduduk setempat.

Leona membawakan lagu “sorry seems too be the hardest word” Sebuah nomor klasik milik Elton John  dan Bernie Taupin.

Simon terpesona melihat penampilan vokal Leona yang memikat. Singkat cerita, Leona muncul sebagai juara pertama di akhir kompetisi.

Ia mendapatkan kontrak album dari manajemen musik yang dikendalikan langsung oleh Cowell dan Clive Davis seorang manajer musik veteran.

Clive punya seorang penyanyi binaannya: Whitney Houston. Si legenda.

Leona terus menorehkan prestasi demi prestasi. Dia menjadi jebolan x-factor paling sukses yang sudah mendapatkan nominasi grammy dan mencatatkan penjualan album tak kurang dari tiga puluh  juta keping.

Hit-nya di album itu “bleeding love”, “better in time” atau “footprints in the sand”. Saya sering mengdenguskan “bleeding love” yang romantis itu dengan suara nge..nge.nge… karena kehilangan catatan syairnya di memori.

Terhadap pencapaian Leona ini Lewis ini saya ingin memberi maknai persamaan dengan Putri Ariani.

Setidaknya di empat hal… Yang gak serius.. Maklum bukan penulis spesialis musik.

Persamaannya saya tulis saja secara acak. Mereka  tampil bersinar di ajang talent show kaliber internasional. Di depan  Simon Cowell dan mendapat pujian yang amat sangat jarang dari si juri.

Untuk diingat: Simon  tidak akan pernah memuji seorang  kontestan kecuali kepada mereka yang benar-benar istimewa.

Sama seperti Leona, Putri  penggemar berat Whitney Houston. Itu dikatakannya  saat ditanya juri Sofia Vergara sebelum menyanyi.

Kesamaan lainnya, mereka  membawakan lagu yang sama “sorry seems too be the hardest word”, yang merupakan salah satu lagu kesukaan Simon Cowell.

Ada catatan khusus yang tak kalah serunya atas sikap Simon terhadap Ariani.

Usai Ariani  membawakan lagu original “loneliness.”  Simon Cowell bergegas naik ke panggung dan minta Putri menyanyikan lagu kedua.

Ini kebiasaan yang nyaris tak pernah dilakukan Simon terhadap kontestan lain.

Biasanya dia meminta kontestan menyanyikan lagu kedua setelah menyetop kontestan menyanyikan lagu pertama di tengah jalan, yang menurutnya buruk dan tidak sesuai dengan karakter vokal kontestan.

Namun dalam audisi Putri, Simon tak melakukan itu. Dia menunggu sampai lagu pertama Putri selesai dinyanyikan.

Wouuw… bukan main….

Selain kesamaan, secara acak pula saya menuliskan perbedaan antara Leona dengan Putri ang cukup menonjol.

Putri tampil dalam usia empat tahun lebih muda dibandingkan Leona ketika tampil di depan Simon Cowell.

Selanjutnya, Leona tampil hanya sebagai penyanyi yang tidak bisa bermain piano saat membawakan lagu Elton John.

Putri?  Mirip dengan Elton John membawakan lagu dengan memainkan piono  Saya melayang: kalau saja audisi Putri sampai ditonton oleh Elton John, dia pasti akan mengajaknya untuk membawakan lagu itu berduet

Mungkin dengan dua piano, dalam sebuah rekaman baru. Hahaha…. semoga.

Pembeda lainnya,  Leona tampil di “kampung sendiri.” Yang gak mudah untuk menaklukkan panggung dan audience. Sebaliknya, Putri tampil di “kampung orang lain”.

Putri bukan orang Inggris, tidak punya orang tua berdarah Inggris, tidak pernah tinggal di Inggris atau Amerika Serikat, atau negeri berbahasa Inggris lainnya. Sehingga bahasa Inggris bukanlah bahasa ibunya, tidak seperti Leona Lewis.

Perbedaan Leona dan Putri di atas tentu selain dua perbedaan fisik yang mudah terlihat publik bahwa Putri berhijab dan tuna netra. Tetapi ini non-faktor dalam industri musik dunia.

Dengan kata lain, saya melihat Putri Ariani punya peluang untuk melampaui pencapaian Leona Lewis dengan beberapa catatan.

Semoga Simon Cowell tertarik mengontrak dan mengorbitkan Putri di bawah manajemennya seperti dilakukannya terhadap Leona Lewis dan beberapa penyanyi lainnya.

Peluang ini akan nambah jika  Putri  mampu menaklukkan panggung american’s got talent. Dan peluang itu makin terbuka bila sang ayah dan ibu  melepaskannya untuk tinggal di komunitas industri musik dunia.

Perusahaan-perusahaan rekaman raksasa akan senang hati, dan akan berebutan mengontraknya.

Saya kok seperti terbang ke langit dan mendengar suara dari sana. Entah itu suara malaikat atau batin saya tentang rasa optimistis bahwa masa depan dan pencapaian Putri bisa melampaui pencapaian fenomenal Leona Lewis.

Sebagai pembuktian ucapan Putri kepada ibunya pada satu hari, “biarlah Putri tidak bisa melihat dunia, tetapi dunia yang akan melihat Putri.”[]

  • Darmansyah adalah wartawan senior, penulis “Kolom Bang Darman”