PORTALNUSA.com | JAKARTA – Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Prof. Dr. (HC) Olly Dondokambey, SE menerima Anugerah Pena Emas PWI, yang diserahkan di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 7 Desember 2023. Olly merupakan Gubernur Sulut yang ke-4 menerima Pena Emas dari PWI.
Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun didampingi Sekjen-nya, Sayid Iskandarsyah hanya menyerahkan sertifikat dan mengenakan jas PWI kepada Olly Dondokambey. Sedangkan pin Pena Emas akan disematkan pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024 di Jakarta, 9 Februari 2024.
Dikutip dari Humas PWI Pusat, Olly Dondokambey adalah penerima Pena Emas PWI ke- 45 sejak tradisi itu dimulai 1946. Penerima pertama adalah Sumanang, SH, Ketua PWI Pusat pertama.
Sedangkan khusus dari Sulut, Olly tercatat sebagai Gubernur Sulut ke-4 yang menerima Pena Emas PWI. Pertama, GH Mantik tahun 1984; Kedua, CJ Ngantung tahun 1995; Ketiga, Sinyo Harry Sarundajang pada 2013, dan sekarang Olly Dondokambey tahun 2023.
Gubernur Olly mengaku tak menyangka akan memperoleh Anugerah Pena Emas PWI. Dia sangat senang ketika berita gembira itu disampaikan oleh Ketua PWI Sulut, Voucke Lontaan kepadanya beberapa waktu lalu.
Menurut Olly Dondokambey, peran pers dalam pembangunan di Sulut sangat positif. Pers, tambahnya, tidak saja berperan dalam menjalankan fungsinya memberikan informasi bermanfaat kepada masyarakat tapi yang tidak kalah pentingnya juga melakukan kontrol sosial.
“Media cetak di Sulut menjadi referensi saya dalam melihat persoalan pembangunan. Dari medialah saya bisa tahu kondisi riil di masyarakat,” ujar Gubernur Sulut.
Dikatakan, keberhasilan Sulut keluar dari krisis Covid-19 dan memulihkan kembali kehidupan perekonomian Sulut juga tak lepas dari peran pers. Sehingga perekonomiannya dapat tumbuh di atas 5 persen per tahun atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional.
“Media berperan dalam memperkenalkan potensi Sulut di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan andalan masa depan sektor pariwisata. Saya kira peran pers masih relevan untuk kita dorong terus ke depan,” ujarnya.
Ketika Kantor PWI Sulut di Manado terbakar pada 2021, Olly Dondokambey dan wakilnya Drs Steven Kandouw tercatat turut aktif membantu rehab gedung itu lewat APBD 2023.
Saat ini, Gedung PWI itu sudah dapat dimanfaatkan kembali. “Saya memang ingin PWI kuat sehingga bisa berkontribusi lebih besar bagi pembangunan Sulut,” ujar Olly.
Pena Emas untuk Aceh
Tradisi penganugerahan Pena Emas PWI yang dimulai tahun 1946 juga pernah dirasakan oleh Aceh.
Data hingga tahun 2023, satu-satunya tokoh Aceh yang pernah menerima Anugerah Pena Emas adalah Gubernur Kepala Derah Istimewa Aceh, Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA yang diserahkan oleh PWI Pusat pada 25 Mei 1993.
Ibrahim Hasan yang meninggal pada 20 Januari 2007 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta menjabat Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh periode 27 Agustus 1986–25 Mei 1993. Putra kelahiran Pidie, 16 Maret 1935 ini juga pernah menjabat Rektor Universitas Syiah Kuala masa bakti 1973-1982.
Sosok Gubernur Ibrahim Hasan dikenal sangat peduli dengan kehidupan pers nasional, termasuk di Aceh. Pada masa kepemimpinan Ibrahim Hasan pula, PWI Aceh memiliki gedung yang representatif di kawasan Simpang Lima, Banda Aceh yang berdiri megah hingga saat ini.
Pascamenerima Anugerah Pena Emas, Ibrahim Hasan kemudian berkiprah di tingkat nasional sebagai Menteri Negara Urusan Pangan/Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) periode 1993-1995 pada masa Presiden Soeharto.
Anugerah Tertinggi di PWI
Organisasi PWI yang beranggotakan ribuan wartawan di seluruh Indonesia, memberikan penghargaan atau anugerah tertinggi pertama berupa award Pena Emas kepada seseorang atau kelompok orang atau suatu lembaga di lular jajaran Pers Nasional.
Sementara untuk kalangan wartawan, PWI memberi penghargaan tertinggi atas karya-karyanya adalah “Press Card Number One (PCNO)” atau kartu pers nomor satu yang biasanya diterima oleh wartawan-wartawan senior dari berbagai provinsi di seluruh Indonesia.
Tentang Pena Emas
Anugerah Pena Mas merupakan tanda penghargaan tertinggi yang diberikan oleh PWI kepada siapapun yang dinilai mempunyai jasa luar biasa dalam mengembangkan Pers Nasional. Anugerah ini diberikan PWI Pusat dengan kriteria jasa-jasa luar biasa, meliputi:
- Pemikiran-pemikiran konsepsional;
- Karya-karya nyata yang memberikan makna hakiki, dampak dan manfaat, khususnya bagi pembangunan dan perkembangan Pers Nasional berdasarkan Pancasila, umumnya bagi pembangunan nasional;
- Pemikiran dan karya-karya nyata tersebut merupakan satu kesatuan yang mengkait serta tumbuh dan berkembang dalam suatu kurun waktu atau masa.
Pena Emas dianugerahkan berdasarkan pertimbangan dan memperhatikan seluruh Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga serta Kode Etik Jurnalistik PWI maupun keputusan-keputusan organisasi yang ditetapkan oleh Kongres dan atau oleh Pengurus Pusat. Anugerah yang telah diberikan pada prinsipnya tidak dapat dicabut, kecuali dalam keadaan luar biasa Kongres PWI menetapkan lain.
Press Card Number One (PCNO)
Penghargaan tertinggi lain yang diberikan PWI adalah Anugerah Press Card Number One (PCNO). Penghargaan ini diserahkan dan disematkan pada kegiatan Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang diselenggarakan tiap 9 Februari. Peringatan HPN ini bertepatan dengan lahirnya organisasi PWI pada 9 Februari 1946 di Solo (Surakarta), Jawa Tengah.
Penghargaan PCNO atau Kartu Pers Utama/Nomor Satu hanya diberikan kepada wartawan senior berusia 50 tahun ke atas, yang telah 30 tahun mengabdikan dirinya di dunia jurnalistik dan dianggap layak menerimanya.
Pemberian Kartu Pers ini merupakan bentuk penghargaan yang diberikan komunitas pers yang tergabung dalam dalam Panitia Pusat Hari Pers Nasional 2010 kepada orang-orang pers yang telah menunjukkan kinerja profesional, berdedikasi, pengorbanan kepada dunia pers, kebebasan pers dalam tahun-tahun pengabdiannya.
Pemberian ini menyimbolkan upaya masyarakat pers untuk memperlihatkan orang-orang yang patut menjadi teladan di bidang pers dengan prestasi yang dicapai itu, dan kelak dapat menjadi inspirasi bagi pekerja pers khusunya bagi kaum muda untuk meniru dan meneruskan jejak mereka.
Pemberian ini juga sekaligus menunjukkan bahwa di tengah sorotan tajam atas kinerja pers yang kerap dianggap keblablasan, ada orang-orang yang teguh dengan sikap profesional dalam menekuni kerjanya dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika profesi.
Kriteria penerimanya, antara lain menghasilkan karya jurnalistik yang diakui di tingkat nasional terlebih lagi internasional, menghasilkan karya-karya jurnaslistik secara konsisten minimal 25 tahun, menjadi pelopor genre jurnalistik di Tanah Air, secara konsisten berkontribusi memajukan jurnalistik Indonesia melalui gagasan dalam tulisan, artikel atau buku jurnalistik, membela kebebasan pers dan memajukan SDM Pers Indonesia.
Anugerah PCNO mulai diberikan sejak HPN X Tahun 2010 di Palembang, Sumatera Selatan, dengan tokoh penerima hingga saat ini, di antaranya:
- Rosihan Anwar
- Jacob Oetama
- Herawati Dyah
- Dahlan Iskan
- Gunawan Muhammad
- Fileri Jufri
- Karni Ilyas
- Alwi Hamu
Sementara wartawan senior putra Aceh yang pernah mendapat penghargaan PCNO ini:
- H. Sjamsul Kahar
- H. Harun Keuchik Leumik
- H. Adnan NS
- H. Bustamam Ali
- Nezar Patria.[]