“Kami Perlu Investor tapi jangan Lenyapkan Hamparan Pasir Putih dan Biru Laut Kami”

Fahmiwati

MENGUATNYA informasi tentang limbah batu bara yang mencemari pesisir pantai di Aceh Barat—dengan berbagai akibatnya—ditanggapi oleh berbagai kalangan, termasuk oleh Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh (YaPKA), Fahmiwati, S.E, M.Si. “Kalau potensi bahayanya sudah mengancam keselamatan manusia dan makhluk hidup lainnya, ini harus disikapi serius. Saya setuju dilakukan penelitian secara komprehensif sebelum semuanya menjadi terlambat,” kata perempuan berdarah Aceh Barat itu kepada Nasir Nurdin dari Portalnusa.com. “Saya punya kenangan masa kecil yang begitu manis tentang keindahan Pantai Peunaga dengan hamparan pasir putihnya, biru laut dan aktivitas orang tarik pukat. Munculnya perusahaan-perusahaan besar di daerah kami telah melenyapkan semua itu. Kami perlu investor untuk mendongkrak perekonomian tetapi jangan rusak lingkungan kami,” ujar perempuan yang akrab disapa Kak Fahmi tersebut menyiratkan kekecewaan dengan kondisi kekinian di pesisir Meureubo, Kabupaten Aceh Barat.

Menanggapi warning yang disampaikan Peneliti dari Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Andika Rama Putra bahwa air tanah yang tercemar kandungan logam berat batu bara—kemudian dikonsumsi oleh manusia—bisa menjadi bibit kanker.

“Ini bahaya lain dari pencemaran lingkungan oleh limbah batu bara seperti yang terjadi di pesisir Kecamatan Meureubo, Aceh Barat. Tentu perlu dilakukan penelitian secara mendalam,” kata Andika.

Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh (YaPKA), Fahmiwati, S.E, M.Si sangat mendukung dilakukan penelitian secara komprehensif sebelum semuanya menjadi terlambat.

“Ini kondisi memprihatinkan. Setuju untuk diteliti dan dianalisa karena terkait dengan kesehatan masyarakat dan makhluk hidup di sekitarnya,” kata perempuan berdarah Aceh Barat yang akrab disapa Kak Fahmi tersebut.

Sebaiknya, lanjut Fahmi, digelar FGD melibatkan perusahaan (yang disangka sebagai pelakunya) dengan menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat, pemerintah dan berbagai elemen lainnya.

Semangat yang harus dikepedankan adalah agar tetap terjaganya lingkungan dengan berbagai kepentingan masyarakat di sana. Begitu juga perusahaan bisa terus melaksanakan aktivitas dengan mematuhi semua ketentuan  regulasi.

Menurut Fahmi, kita butuh investor yang berinvestasi dengan berbagai macam kegiatan usaha karena di sana akan terbuka kesempatan kerja dan meningkatkan ekonomi. Karenanya perlu terus didorong agar semakin banyak yang mau berinvestasi di Aceh. Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan terbaik untuk terus tumbuhnya investasi, begitu juga masyarakat, harus mampu menciptakan suasana aman dan nyaman bagi para pengusaha.

“Kalau semua tahu hak dan kewajiban, pasti tidak akan terjadi seperti permasalahan lingkungan dan lain-lain,” tandas Fahmiwati.

Dia juga mengungkapkan bahwa dirinya juga orang Aceh Barat. Kakeknya dulu lari dari Susoh ke Aceh Barat dikejar Belanda. Kemudian bersembunyi di hutan (Lhok Kulu) dan kawin dengan orang di sekitar hutan yang kini jadi Kabupaten Nagan Raya.Dia juga menyebutkan sang ayah, Letkol TNI H. Syafei Arief pernah jadi Ketua DPRD Aceh Barat.

Dia mengaku nggak punya rumah di Meulaboh tetapi masih ada saudara di Peunaga.

“Kakak punya kenangan masa kecil yang begitu indah di Pantai Peunaga, di hamparan pasir putih sambil melihat orang tarik pukat di laut yang biru. Sering dikasih ikan oleh nelayan disuruh bawa pulang untuk dimasak sama mamak. Tetapi semua keindahan itu kini sudah tiada,” demikian Fahmiwati bernostalgia.[]