Mendikbudristek Resmikan Sekolah Jurnalisme Indonesia, Ketum PWI: Ini Program Lanjutan

Mendikbudristek Nadiem Makarim didampingi Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun, Sekjen PWI Pusat Sayid Iskandarsyah, Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin, Ketua PWI Jabar Hilman Hidayat bersama sejumlah perwakilan perguruan tinggi ternama di Bandung pada acara peresmian pembukaan SJI-PWI Kelas Muda Angkatan I di Sekretariat PWI Jabar, Kota Bandung, Selasa 6 Februari 2024. (Foto TribunJabar)

PORTALNUSA.com | JAKARTA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, meresmikan pembukaan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Kelas Muda Angkatan I di Sekretariat PWI Jawa Barat, Kota Bandung, Selasa 6 Februari 2024.

Ketua Umum PWI Pusat, Hendri Ch Bangun mengatakan, SJI merupakan lanjutan dari program yang sebelumnya sudah digagas tahun 2016.

Menurutnya, SJI merupakan program peningkatan kompetensi dan wawasan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi, kata Hendry, SJI adalah ikon PWI yang sudah berjalan sejak lama.

“Pada saat itu, pertama kali diadakan di Palembang tahun 2010 dengan pemberi kuliah pertama Presiden SBY. Multitasking jurnalisme menjadi andalan, termasuk berpikir kritis, berwawasan kebangsaan, dan menjaga integritas,” ujar Hendry.

Persaingan dengan AI

Sementara itu Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan dunia jurnalisme saat ini tengah bersaing dengan Artificial Intelegence (AI) atau kecerdasan buatan.

Menurutnya, perkembangan teknologi yang ada saat ini bukan alasan untuk menurunkan kualitas jurnalisme di Indonesia.

Nadiem pun berpesan agar wartawan tetap menjaga kualitas jurnalisme di tengah disrupsi informasi.

“Tentunya teknologi telah mengubah segala aspek daripada sektor jurnalisme. Disruptif kondisinya. Tapi itu bukan alasan untuk menurunkan kualitas jurnalisme.

“Kita harus berkompetisi dengan AI. Kita harus berintegritas, berpikiran kritis, kita harus menulis dengan hati nurani, karena itu yang tidak dimiliki oleh mesin kecerdasan buatan,” kata Nadiem.

Nadiem mengaku sempat dibuat pusing oleh beberapa publikasi berita daring yang mengasumsikan bahwa dirinya sebagai pembaca yang sedang mengikuti isu tertentu. Di sisi lain, ia baru membaca isu yang tengah mencuat. 

Nadiem menilai, untuk saat ini publikasi media The Economist yang menurutnya lebih enak untuk dibaca.

“Itu setiap orang dijelaskan, bahkan orang terkenal pun dijelaskan siapa dia. Seolah-olah pembaca tidak mengetahui hal itu. Itu adalah standar jurnalisme yang perlu diterapkan, sehingga masyarakat pun naik tingkat literasinya,” ujar Nadiem.

Sekarang, lanjutnya, misinformasi, disinformasi menjadi sangat rentan di masyarakat, karena tidak ada standar penulisan yang komprehensif dan integritas yang kuat.[]