Penyertaan Modal Aceh ke PAG, Rustam Effendi: Tak Ada Kata Terlambat

Rustam Effendi. (Foto: AJNN.Net)

PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Penyertaan modal Aceh dalam bentuk  saham 30 persen ke PT Perta Arun Gas (PAG) dinilai oleh pakar ekonomi dari Universitas Syiah Kuala (USK), Rustam Effendi, S.E.,M.Econ sebagai suatu keharusan di tengah semakin minimnya uang Aceh.

“Yang pertama saya katakan tidak ada istilah terlambat (untuk penyertaan modal ke PT PAG) meski kita sudah pernah kehilangan momentum, kehilangan pendapatan yang sudah di depan mata. Kini saatnya kita mengubah stigma negatif yang menganggap kita (dulu) tidak kompak (dalam mengambil keputusan). Kita ego masing-masing, hingga kesempatan itu hilang selama sekian tahun,” kata Rustam.

Rustam menyuarakan itu menanggapi harapan Ketua Umum KADIN Aceh, H. Muhammad Iqbal dan mantan anggota DPR RI, Drs. Marzuki Daud agar Pj Gubernur Aceh, Bustami bisa menggandeng investor untuk penyertaan modal ke PT PAG, anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang receiving dan regasification.

Marzuki Daud termasuk salah seorang tokoh Aceh yang aktif memperjuangkan terwujudnya revitalisasi terminal LNG Arun (receiving dan regasification) yang diintegrasikan dengan pipanisasi dari Arun ke Belawan, Sumatera Utara. Proyek itu sendiri selesai pada 2013 dan beroperasi pada 2014.

Berita terkait: 10 Tahun Jadi Penonton, Pj Gubernur Aceh Diharapkan Bisa Membuka Kran Pendapatan dari PT PAG

Rustam mengatakan, “sebenarnya kita sudah kehilangan momentum, bahkan momentum itu harusnya sudah kita dapatkan ketika kita masih punya banyak dana otsus.”

Ditanya pendapatnya dari mana Pemerintah Aceh bisa mendapatkan dana penyertaan 30 persen ke PT PAG yang nilai sahamnya kini melejit menjadi Rp 2 triliun (naik siginifikan dibanding 10 tahun lalu masih Rp 500 miliar), Rustam menawarkan beberapa solusi.

“Yang penting sekarang kita harus meraih lagi kesempatan yang pernah hilang tanpa perlu menyesali berbagai keputusan yang salah pada masa sebelumnya. Momentum ini ada di tangan Pak Bus (Bustami, Penjabat Gubernur Aceh sekarang). Pak Bus kan kita tahu beliau anak muda, beliau paham soal keuangan, saya pikir Pak Bus yang bisa memupuskan stigma negatif tentang kita yang dianggap tidak pintar, tidak bisa melihat peluang,” ujar Rustam.

“Langkah awal yang harus dilakukan Pak Bus adalah berkomunikasi intensif dengan pihak DPRA (legislatif).  Harus muncul keyakinan bersama bahwa peluang kita untuk mendapatkan uang dengan penyertaan modal di PT PAG cukup terbuka. Ini harus didiskusikan dengan teman-teman di legislatif,” lanjut  Rustam.

Pj Gubernur Aceh, kata Rustam harus mendiskusikan juga dengan teman-teman di DPRA untuk menyisihkan sebagian pokirnya.  Dalam hitungannya, kalau ada anggota DPRA 81 orang, masing-masing bisa share sedikit saja, akan sangat bagus.

Juga harus didiskusikan dana otsus sebesar Rp 3 triliun, kalau sepakat dipotong 10 persen saja, akan ada uang Rp 300 miliar per tahun. Semua itu digunakan untuk penyertaan modal ke PT PAG.

“Jika setiap tahun mampu kita setor Rp 300 miliar, dalam lima tahun bisa kita setor Rp 1,5 trilun,” kata Rustam.

Jadi, kata Rustam, sebagai pemegang saham, tentu akan ada hasil (dividen) yang didapatkan Aceh. Hasil itu bisa ditanam lagi untuk tambahan modal.  Ini akan sangat menguntungkan, mengingat prospek PAG yang begitu bagus, nilai sahamnya bisa naik berlipat ganda.

“Makanya saya katakan tak ada kata terlambat. Yang harus dilakukan sekarang bagaimana Pak Bus duduk bersama dengan Dewan, tolonglah kita manfaatkan peluang besar ini. Otsus sudah mau habis. Mari kita tempatkan saham kita di PAG, peluang kita untuk mendapatkan hasil sangat besar,” tandas Rustam.

“Kerja ini tidak cukup hanya dengan Pak Bus sendiri, beliau harus bicara dengan anggota Dewan, berdiskusi secara intensif. Sebagai anak muda beliau harus di depan,” katanya.

Sisihkan dana pendidikan

Solusi berikutnya, Rustam menawarkan penyisihan 10 persen dana pendidikan (dari 20 persen sumber otsus yang diatur oleh undang-undang) untuk penyertaan modal ke PT PAG.

Rustam mengatakan, kalau dana otsus Rp 3 triliun berarti ada Rp 600 miliar  (20 persen) yang dialokasikan untuk pendidikan.

“Nah, bisa nggak, dari kekhususan yang kita miliki, dari 20 persen itu dialokasikan saja 10 persen untuk pendidikan. Selebihnya kita pakai untuk penyertaan modal ke PT PAG,” ujar Rustam.

“Mengapa saya berani menawarkan solusi penyisihan dana pendidikan? Karena dari sisi gedung untuk pendidikan sudah sangat bagus. Akses ke fisik sudah cukup bagus. Dalam kondisi begitu, angka 20 persen itu sudah kebanyakan. Aceh sekarang ini hanya fokus di mutu, tidak lagi membangun fisik,” imbuh Rustam.

Menurut Rustam, jika solusi menyisihkan anggaran pendidikan ini bisa diterima, dituntut kemampuan untuk meyakinkan Pusat.

“Kita harus mampu meyakinkan Pusat, walaupun undang-undang mengamanatkan 20 persen tetapi Aceh hanya mengalokasikan 10 persen saja karena fisik (gedung) sudah bagus semuanya walau masih jauh dibandingkan dengan di Pulau Jawa sana.  Selama ini ketika uang banyak di sekolah itu kadang-kadang hanya untuk membetulkan genteng bocor atau plafon terkelupas  dibenahi dengan menggunakan uang yang 20 persen itu dan bisa semena-mena.”

Di bagian akhir tanggapannya, Rustam kembali mengingatkan agar Aceh segera memanfatkan peluang yang pernah hilang.

“Sudah sejak lama saya menyuarakan ini namun kesempatan itu tak juga dimanfaatkan hingga waktu sekian lama. Kita tiba-tiba terkejut nilai saham PAG melejit dari Rp 500 miliar jadi Rp 2 triliun. Tetapi seperti saya katakana di awal, tidak ada kata terlambat, sekarang momentum terbaik,” demikian Rustam Effendi.[]