ICMI Aceh Yakin Presiden Prabowo akan Tetapkan Status Blang Padang sebagai Tanah Wakaf Masjid
PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Ketua ICMI Aceh berkeyakinan Presiden Prabowo akan merespons surat Gubernur Aceh yang bermohon agar mengembalikan tanah Blang Padang di Banda Aceh kepada Masjid Raya Baiturrahman selaku penerima wakaf dari Sultan Iskandar Muda.
Berita terkait: Mualem Surati Presiden Prabowo, Minta Tanah Blang Padang Dikembalikan ke Masjid Raya Baiturrahman
Ketua ICMI Aceh, Dr. Taqwaddin Husin kepada media ini mengungkapkan, semua Pengurus dan Anggota ICMI Aceh secara tegas menyatakan mendukung langkah Gubernur Aceh menyurati Presiden Prabowo Subianto untuk meminta agar Presiden menetapkan kebijakannya terkait status tanah Blang Padang di Banda Aceh.
Seperti diberitakan, Gubernur Aceh meminta kepada Presiden Prabowo agar tanah Blang Padang yang secara historis dan religius dikenal sebagai tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman yang selama ini dikuasai dan dikelola TNI-AD melalui Kodam Iskandar Muda dikembalikan pengelolaannya kepada Masjid Raya Baiturrahman.
Baca: Masjid Raya Baiturrahman Miliki Banyak Aset Wakaf, Sekda Aceh: Maksimalkan Pengelolaannya
“Kami mendukung surat Mualem tersebut. Bahkan jika diperlukan, kami siap membantu kajian dan analisis dari berbagai bidang karena dalam organisasi ICMI Aceh memiliki banyak ahli (Doktor dan Profesor),” ujar Taqwaddin yang juga Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor.
Menurut Taqwaddin, terkait tanah wakaf diatur dengan undang-undang tersendiri yang berbeda pengaturannya dengan perihal tanah negara.
Terkait tanah negara diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Sedangkan perihal wakaf diatur dengan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Baca: Usman Lamreung: Kalau Terbukti Tanah Blang Padang Wakaf Masjid, Kembalikan!
Dari segi teori, kepemilikan tanah dikenal ada empat hirarkhi yaitu : Tanah Tuhan, Tanah Negara, Tanah Masyarakat, dan Tanah Milik Orang.
Tanah milik Tuhan adalah esensi dari semua kepemilikan. Dalam pandangan Islam, semua yang ada di langit maupun di bumi ini adalah milik Allah, Tuhan seluruh alam termasuk kepemilikan tanah. Allah Yang Maha Memiliki, Maha Esa dan Maha Kuasa.
Selanjutnya, dengan munculnya negara-negara berdaulat maka tanah dengan segala yang ada di atasnya dan yang dikandung di dalamnya dikuasai oleh negara sebagai pemiliknya. Negara mengakui keberadaan masyarakat hukum adat berserta tanah-tanah adat.
Kemudian dengan proses tertentu terjadi peralihan hak dari tanah negara menjadi kepemilikan orang, baik orang sebagai badan hukum maupun orang perseorangan secara pribadi.
Proses ini, menurut Tawwaddin diatur dalam UU Pokok Agraria beserta peraturan perundangan di bawahnya. Sedangkan terkait tanah wakaf diatur tersendiri. Hal ini karena wakaf merupakan hukum Islam yang dipositifkan menjadi hukum negara.
“Esensinya, tanah wakaf itu adalah tanah milik orang (badan hukum ataupun orang perseorangan) yang dikembalikan kepada Allah Yang Maha Kuasa,” ujar Dr. Taqwaddin.
Dalam kaitan ini, Anggota Penasehat ICMI Aceh, Prof Hasbi Amiruddin menambahkan bahwa tanah wakaf, apalagi diwakafkan kepada masjid jika digunakan untuk hal lain, apalagi untuk bisnis pribadi seseorang atau kelompok tertentu maka hukumnya berdosa dan hasilnya juga haram digunakan.
Dikatakan Hasbi, orang yang memberi wakaf tentu selain ingin membantu kelancaran pelaksanaan agama Islam, tentu juga ingin mendapatkan pahala yang dapat dipetik di hari akhirat.
“Mengalihkan penggunaan wakaf berarti menghambat kemudahan dalam pembangunan atau pelaksanaan agama di samping mengurangi pahala ibadah pewakaf,” ujar Hasbi Amiruddin, Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Ketua ICMI Aceh mengharapkan kearifan dan kebijakan Presiden Prabowo untuk membatalkan status tanah Blang Padang yang konon sudah didaftarkan sebagai Aset Negara agar dikembalikan penguasaan dan pengelolaannya kepada Masjid Raya Baiturrahman.
“Kami yakin dengan kewibawaan Pak Prabowo Subianto yang secara batiniah memiliki hubungan khusus dengan Mualem akan menerbitkan kebijakan yang tepat untuk Aceh sebagaimana kebijakannya terkait empat pulau di Aceh Singkil,” pungkas Taqwaddin.[]