PORTALNUSA.com | BANDA ACEH –Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang baru dan Rancangan Undang-Undang Kejaksaan (RUU Kejaksaan) harus dipublikasi secara meluas.
Sebab, regulasinya tidak hanya berkaitan dengan para penegak hukum seperti polisi, jaksa, advokat dan hakim.
Tetapi juga menyangkut kepentingan seluruh rakyat Indonesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta tatanan masyarakat yang beradab.
Hal itu disampaikan Pakar hukum Universitas Syiah Kuala, Dr. Dahlan Ali menyoroti pentingnya keterbukaan informasi mengenai dua RUU tersebut.
Keterbukaan informasi sebut Dahlan sekaligus menjadi langkah penting untuk mencegah dampak negatif, seperti kerugian keuangan negara, gangguan perekonomian rakyat, serta munculnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Prinsip check and balance serta diferensiasi fungsional dalam sistem hukum harus lebih diutamakan daripada menerapkan prinsip dominus litis secara mutlak.
Fungsi penyelidikan dan penyidikan harus tetap menjadi bagian dari independensi kepolisian, begitu pun fungsi penuntutan harus tetap menjadi bagian dari independensi kejaksaan.
Setiap aparat penegak hukum memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda, sehingga tidak boleh ada intervensi yang berlebihan.
Diingatkan juga bahwa jika publikasi mengenai kedua regulasi ini tidak dilakukan secara luas, dikhawatirkan akan muncul kekacauan hukum yang lebih rumit, terutama jika kewenangan suatu institusi diperluas tanpa batas yang jelas.
“Penyalahgunaan wewenang dalam RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan tidak akan terjadi apabila publikasi dilakukan secara transparan dan meluas. Dengan begitu, semua pihak akan memahami dengan jelas fungsi serta peran masing-masing dalam sistem peradilan,” pungkas Dr. Dahlan.[]