PORTALNUSA.com | BANDA ACEH – Ketua DPRK Aceh Besar, Iskandar Ali mengaku sangat kecewa dengan prosesi pembukaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA)-8 di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh karena sepanjang acara pembukaan itu tak sepotong pun kalimat berbahasa Aceh, baik berupa pesan dan petuah berbasis budaya (Aceh) dari pejabat yang mengisi seremoni pembukaan.
“Saya benar-benar kecewa, kok bisa dalam perhelatan budaya Aceh tak ada sepotong pun bahasa Aceh yang terucap, apakah itu berupa pesan, hadih maja atau petuah yang menggunakan bahasa Aceh,” kata Iskandar Ali yang secara khusus mengundang sejumlah wartawan ke Anjungan Aceh Besar setelah acara pembukaan PKA-8 untuk penyampaian kekecewaannya.
Baca: Tabuhan Rapa-i dan Penumbukan Rempah Warnai Pembukaan PKA-8
Sekali lagi saya tegaskan bahwa saya benar-benar kecewa dengan kemasan acara pembukaan PKA-8. “Saya sengaja miringkan kupiah adat yang saya pakai sebagai isyarat kekecewaan,” ujarnya.
Dikatakan Iskandar, PKA adalah momentum untuk membuktikan kehebatan ‘ureung Aceh’ dalam hal seni dan budaya. Sejatinya PKA harus bisa lebih membakar spirit orang Aceh untuk bangga dengan budayanya.
“Kita sangat berharap prosesi pembukaan mengalir apa adanya sehingga masyarakat Aceh bisa benar-benar menikmati dan sadar bahwa yang sedang digelar adalah event-nya orang Aceh. Ada kebanggaan yang akan muncul di sana,” tandasnya.
Himne Aceh
Hal lain yang menurut Iskandar juga melenceng adalah himne Aceh yang aransemennya seperti berubah dari yang asli, sehingga semangat (heroik) dari himne tersebut tidak dapat lagi.
Menurut Iskandar, himne Aceh yang merupakan ciptaan seniman Mahrisal Rubi tersebut sudah ditetapkan sebagai ‘Hymne Aceh’ berdasarkan Qanun Nomor 2 Tahun 2018.
“Jadi, semuanya harus sesuai dengan yang telah ditetapkan. Apalagi selama ini masyarakat Aceh sudah sangat akrab dengan himne tersebut. Kenapa kok tiba-tiba berubah, ini harus dijelaskan,” tandas Iskandar sambil melantunkan intro dari himne yang menurutnya sangat heroik dan memiliki kebanggaan bagi masyarakat Aceh tersebut.
“Bumoe Aceh nyoe keuneubah Raja. Sigak meubila Bangsa. Mulia Nanggroe. Mulia dum Syuhada,Meutuah bijèh Aceh mulia.”[]